Kamis, 08 November 2012

THYPOID


BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar belakang
Anak bukanlah miniatur orang dewasa yang dapat diperlakukan seperti orang dewasa, tetapi anak memerlukan perhatian khusus sebab mereka sedang tumbuh kembang, kepada semua orang tua agar mengutamakan pembinaan anak sebijaksana mungkin dengan penuh cinta kasih, karena anak merupakan bagian dari generasi muda dan pewaris pelestarian cita-cita perjuangan bangsa di masa mendatang. (Soetjiningsih, 1998 : 127).
Di indonesia penderita demam tifoid cukup banyak di perkirakan 800/100.000 penduduk pertahun, tetapi terutama pada musim panas,. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar umur 5 – 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 2 - 3 : 1 (Kajdang, 2000) sedangkan pada rentang umur 3 – 19 tahun mencapai 91 % kasus (Soedarmo, 202 : 368). Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6 %, prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti : Demam tinggi (Hiperpireksia) atau febris kontinua. Keadaran sangat menurun (Sopor, Koma, Delirium), terdapat komplikasi yang berat misal perdarahan usus, perforasi usus (Ngastiyah, 1997 : 156). Di surabaya dilaporkan perdarahan ususterjadi pada hari ke 17 atau awal minggu ke-3 insidennya berkisar antara 0,8% - 8,6 %, sedangkan perforasi usus sering terjadi pada minggu ke 3 serta lokasi yang paling sering di laporkan di neum ferminalis. Angka terjadi bervariasi  yaitu : 0,4 – 2,5 % (Rampengan, 1995 : 63 – 64).

  1. Rumusan Masalah
1.    Apa itu thypoid?
2.    Apa etiologi dari thypoid?
3.    Apa saja manifestasi klinis yang muncul dari thypoid?
4.    Bagaimana patofisiologi dari thypoid?
5.    Apa saja data penunjang yang dapat menunjangpenegakan diagnosa thypoid?
6.    Bagaimana pathway dari thypoid?
7.    Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan diagnosa thypoid?

  1. Tujuan
1.    Tujuan Umum
Tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas keperawatan anak juga untuk memperdalam wawasan kami mengenai penyakit thypoid dan memberikan penjelasan mengenai thypoid agar kita semua dapat lebih memahami tanda, gejala, penularan, serta perawatan thypoid. Dengan memperdalam ilmu tersebut diharapkan mahasiswa benar-benar mampu menerapkan ilmu yang terdapat didalamnya dan dapat mengaplikasikan ketika sudah bekerja nanti baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun pasien.
2.    Tujuan Khusus
a.    Mengetahui apa yang dimaksud dengan thypoid.
b.    Mengetahui apa saja etiologi dari thypoid.
c.    Mengetahui apa saja manifestasi klinis yang muncul dari thypoid.
d.    Mengetahui bagaimana patofisiologi dari thypoid.
e.    Mengetahui apa saja data penunjang yang dapat menunjang penegakan diagnosa thypoid.
f.     Mengetahui bagaimana pathway dari thypoid.
g.    Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan anak dengan diagnosa thypoid.









BAB II
ISI


A.   DEFINISI
Tifus Abdominalis (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985)
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991).

B.   ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thyposa/Eberthela Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O= Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

C.   MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb:

1.    Demam

Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama duhu berangsur-angsur meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita demamnya berangsur-angsur normal.

2.    Gangguan pada saluran pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar. disertai nyeri pada perabaan
3.    Gangguan kesadaran.
Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen.

Disamping gejala-gejala tersebut ditemukan juga pada penungggungdan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.

D.   PATOFISIOLOGI

Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.

Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.

Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hiperemi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).


  1. DATA PENUNJANG
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut:
                            1.                 Pemeriksaan darah tepi
                            2.                 Pemeriksaan sumsum tulang
                            3.                 Biakan empedu untuk menemukan salmonella thyposa
                            4. Pemeriksaan widal digunakan untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti
  1. ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.      Riwayat : makan daging, telur yang tidak dimasak, atau minuman yang terkontaminasi.
b.      Gastrointestinal : awal mual dan muntah, nyeri abdomen dan diare, distensi abdomen, pembesaran limpa.
c.      Suhu tubuh : pada fase akut demam 39-400C, meningkat hingga 410C.
d.      Kulit : rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada, perut setelah minggu pertama.
e.      Neurologis : delirium hingga stupor, perubahan kepribadian, katatonia, aphasia.
f.       Pernapasan : batuk non produktif.
g.      Muskuloskeletal : nyeri sendi
h.      Kardiovaskuler : takikardi, hipotensi, dan shock jika perdarahan, infeksi senkunder atau septikemia
2.      Diagnosa Keperawatan
a.    Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia ditandai dengan mual, muntah.
b.    Resiko tinggi kekurangan cairan b.d kehilangan cairan sekunder akibat muntah dan diare.
c.    Hipertermi b.d dari sirkulasi pirogen endogen pada hipotalamus.
d.    Nyeri akut b.d nyeri tekan pada perut akibat pembesaran hepar
e.    Intoleran aktivitas b.d suplai nutrisi tidak adekuat yang ditandai dengan kelemahan fisik.
f.     Konstipasi b.d penurunan peristaltic usus akibat bedrest.
g.    Gangguan integritas kulit b.d penekanan terlalu lama pada punggung yang ditandai dengan kemerahan, lecer, panas.
h.    Kurang pengetahuan b.d tingkat pendidikan rendah.



3.      Definisi
a.      Nutrisi adalah ikatan kimia yang yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000)
b.      Cairan tubuh adalah cairan suspense sel di dalam tubuh makhluk multiselular seperti manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.
c.      Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ke tidak kemampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas.
d.      Nyeri akut adalah nyeri yang dihasilkan oleh stimulus noxious karena suatu cidera, proses penyakit, atau abnormalitas struktur otot maupun visera.
e.      Intoleransi aktifitas adalah ketidak cukupan energi secara fisiologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktivitas yang diminta atau aktifitas sehari-hari.
f.       Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan) mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya.
g.      Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis (Carpenito, 2000; 302).
h.      Kurang pengetahuan adalah tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.






4.      Intervensi
a.      Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia ditandai dengan mual, muntah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
1)                           Dorong tirah baring
Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi.
2)                           Anjurkan istirahat sebelum makan.
Rasional: Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
3)                           Berikan kebersihan oral
     Rasional : Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
4)  Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan.
Rasional: Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan.
5)                           Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
6)                           Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional: Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.
b.      Resiko tinggi kekurangan cairan b.d kehilangan cairan sekunder akibat muntah dan diare.
Tujuan : Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
1)     Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
       Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan
2)    Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
3)    Kaji tanda vital
Rasional :Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
4)    Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional: Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
5)    Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan
c.      Hipertermi b.d dari sirkulasi pirogen endogen pada hipotalamus.
Tujuan : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
1)    Pantau suhu klien
Rasional: Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
2)    Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
3)    Berikan kompres mandi hangat
Rasional :Dapat membantu mengurangi demam
4)    Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional: Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus




d.      Nyeri akut b.d nyeri tekan pada perut akibat pembesaran hepar
Tujuan : nyeri pada perut hilang
Intervensi :
1)    Jelaskan pada orang tua bahwa kehadirannya akan meningkatkan kepercayaan anak
Rasional : kehadiran orang tua lebih membuat perasaan anak lebih tenang dan mengurangi nyeri.
2)    Beri kompres hangat pada daerah yang nyeri.
Rasional : kompres hangat dapat membuat rasa lebih nyaman dan mengurangi nyeri.
3)    Ajarkan anak tehnik relaksasi
Rasional : agar anak dapat mengontrol nyerinya.
e.            Intoleran aktivitas b.d suplai nutrisi tidak adekuat yang ditandai dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
1)    Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
2)    Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional: Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
3)    Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
4)    Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi

f.             Konstipasi b.d penurunan peristaltic usus akibat bedrest.
Tujuan : Pasien bebas dari konstipasi
Intervensi:
1)    Observasi feses
Rasional : mendeteksi adanya darah dalam feses
2)    Monitor tanda-tanda perforasi dan perdarahan
Rasional : Untuk intervensi medis segera
3)     Cek dan cegah terjadinya distensi abdominal
Rasional : Distensi yang tidak membaik akan memperburuk perforasi pada intestinal
4)    Atur pemberian enema rendah atau glliserin sesuai order, jangan beri laksatif.
Rasional : untuk menghilangkan distensi.
g.            Gangguan integritas kulit b.d penekanan terlalu lama pada punggung yang ditandai dengan kemerahan, lecer, panas.
Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit
Intervensi :
1)     Tingkatkan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan jika mungkin.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi  penekanan yang berlebihan.
2)     Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.
Rasional : Merubah posisi tidur dapat memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan di daerah yang menonjol.
3)     Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering.
Rasional : Menjaga kulit tetap bersih dan kering dapat mengurangi masuknya penyakit yang menyebabkan infeksi.
4)     Jaga suhu dan kelembaban lingkungan  yang berlebihan.
Rasional : Panas tubuh / demam dengan kelembaban lingkungan yang baik akan turun sesuai keadaan lingkungannya serta dapat mencegah terjadinya infeksi.
h.            Kurang pengetahuan b.d tingkat pendidikan rendah.
Tujuan : Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
1)    Berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional: Membantu individu untuk mengatur berat badan
2)    Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
3)    Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional : Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk waspada terhadap makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala


BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. Demam merupakan gejala awal penyakit ini. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thyposa/Eberthela Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
Staf Pengajar IKA (1995). Ilmu Kesehatan Anak.   EGC : Jakarta
mansjoer. A (2000). Kapikta Selekta kedokteran. edisi IV. EGC: Jakarta
Sarwana (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. FKUI: Jakarta.

Tidak ada komentar: