Selasa, 04 Desember 2012

BRONKOPNEUMONIA


ASKEP BRONKOPNEUMONIA
A.    Definisi
Bronkpneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. (Ngastiyah. 2005 : 57)
Bronkopneumonia adalah suatu radang parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnoe, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare, batuk kering dan produktif.(A.Aziz.Alimul Hidayat,2008 : 80)
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan disekitarnya. (Smeltzer, Suzanne & Brenda G.Bare.2002: 572).
Bronkopneumonia adalah inflamasi paru dengan proses konsolidasi dan eksudasi, akibat aspirasi bahan yang terinfeksi ke dalam paru-paru yang dimulai disekitar bronkus dan bronkiolus. (Barbara F. Weller. 2005: 535)
Bronkopneumonia adalah terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak, konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya. (Donna. L.Wong.2000:     460).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang pada paru yang disebabkan bermacam-macam penyebab seperti virus, bakteri, jamur dan benda asing yang ditandai dengan adanya bentuk bercak pada paru.
B.     ETIOLOGI
Broncopneumonia dapat disebabkan oleh:
·         Bakteri= streptococcus, straphylococcus, influenmza
·         Virus= legionella pneumonia, virus influenza
·         Jamur= aspergilus, candida albicons
·         Aspirasi makanan, sekresi oropharing/isi lambung ke dalam paru
·         Kongesti paru kronik
·         Flora normal, hidrokarbon.



C.    PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
1.      Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2.      Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Soeparman, 1991)

D.    MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.    (Barbara C. long, 1996 :435)

 Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).  (Sandra M. Nettina, 2001 : 683)
E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
1.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)

b.      Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
c.       Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
d.      Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
e.       Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2.      Pemeriksaan Radiologi
a.       Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
b.      Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)

F.     PENATALAKSANAAN
1.      Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
2.      Terapi oksigen (O2)
3.      Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
4.      Istirahat yang cukup
5.      Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/ hari atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.

G.    KOMPLIKASI 
1.     Atelektasis             :    Pengembangan paru yang tidak sempurna.
2.    Emfisema              :    Terdapatnya pus pada rongga pleura.
3.    Abses paru             :    Pengumpulan pus pada jaringan paru yang meradang.
4.    Infeksi sistomik
5.    Endokarditis          :    Peradangan pada endokardium.
6.    Meningitis             :    Peradangan pada selaput otak.


H.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.
1.      PENGKAJIAN KEPERAWATAN.
a.       Identitas.
b.       Riwayat Keperawatan.
1)      Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
2)      Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
3)      Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
4)      Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
5)      Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
6)      Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
7)      Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
8)      Nutrisi.
9)      Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
10)  Pemeriksaan persistem.
a)      Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b)      Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c)      Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
d)     Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e)      Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f)       Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g)      Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h)      Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering.
i)        Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan batuk.
b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru (perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun, sesak nafas.
c.       Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral teraba panas.
d.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme sekunder terhadap demam dan proses infeksi ditandai dengan nafsu makan menurun, BB turun, mual dan muntah, turgor kulit tidak elastis.
e.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan oksigen ditandai dengan tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai kemampuan tanpa bantuan.
f.       Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh,kehilangan cairan karena berkeringat banyak, muntah atau diare.
g.      Resiko infeksi berhubungan dengan resiko terpajan bakteri patogen

3.      INTERVENSI
a.      Dx. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan batuk.
Tujuan :
·          setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (…x…) diharapkan jalan nafas pasien efektif
criteria hasil :
·          jalan nafas paten
·          tidak ada bunyi nafas tambahan
·          tidak sesak
·          RR normal (35-40x/menit)
·          tidak ada penggunaan otot bantu nafas
·          tidak ada pernafasan cuping hidung
Intervensi :
Ø  Observasi TTV terutama respiratory rate
R/ Member informasi tentang pola pernafasan pasien, tekanan darah, nadi, suhu pasien.
Ø  Auskultasi area dada atau paru, catat hasil pemeriksaan
R/ Crekcels, ronkhi dan mengi dapat terdengar saat inspirasi dan ekspirasi pada tempat konsolidasi sputum
Ø    Latih pasien batuk efektif dan nafas dalam
R/ Memudahkan bersihan jalan nafas dan ekspansi maksimum paru
Ø  Lakukan suction sesuai indikasi
R/ Mengeluarkan sputum pada pasien tidak sadar atau tidak mampu batuk efektif
Ø  Memberi posisi semifowler atau supinasi dengan elevasi kepala
R/ Meningkatkan ekspansi paru
Ø  Anjurkan pasien minum air hangat
R/  Air hangat dapat memudahkan pengeluaran secret
Kolaborasi :
Ø  Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi nafas lainnya.
R/ Memudahkan pengenceran dan pembuangan secret
Ø  Berikan obat sesuai indikasi, seperti mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesic
R/ Proses medikamentosa dan membantu mengurangi bronkospasme
Ø  Berikan O2 lembab sesuai indikasi
R/ Mengurangi distress respirasi

b.      Dx. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru (perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun, sesak nafas.
Tujuan :
·         setelah dilakukan asuhan (..x..) diharapkan ventilasi pasien tidak terganggu
 Kriteria Hasil :
·         GDA dalam rentang normal ( PO2 = 80 – 100 mmHg
·         PCO2 = 35 – 45 mmHg
·         pH = 7,35 – 7,45, SaO2 = 95 – 99 %)
·         tidak ada sianosis
·         pasien tidak sesak dan rileks.
Intervensi
Ø  Kaji frekuensi, kedalaman, kemudahan bernapas pasien.
R/ Memberi informasi tentang pernapasan pasien.
Ø  Observasi warna kulit, membran mukosa bibir.
R/     Kebiruan menunjukkan sianosis.
Ø  Berikan lingkungan sejuk, nyaman, ventilasi cukup.
R/ Untuk membuat pasien lebih nyaman.
Ø  Tinggikan kepala, anjurkan napas dalam dan batuk efektif.
R/ Meningkatkan inspirasi dan pengeluaran sekret
Ø  Pertahankan istirahat tidur.
R/ Mencegah terlalu letih.
Ø  Kolaborasikan pemberian oksigen dan pemeriksaan lab (GDA)
R/ Mengevaluasi proses penyakit dan mengurangi distres respirasi.
c.       Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral teraba panas.
Tujuan : diharapkan suhu pasien turun atau normal (36,5 – 37,5°C)
Kriteria Hasil :
·         pasien tidak gelisah
·         pasien tidak menggigil
·         akral teraba hangat
·         warna kulit tidak ada kemerahan.
Intervensi
Ø  Kaji suhu tubuh pasien
R/ Data untuk menentukan intervensi
Ø  Pertahankan lingkungan tetap sejuk
R/ Menurunkan suhu tubuh secara radiasi
Ø  Berikan kompres hangat basah pada ketiak, lipatan paha, kening (untuk sugesti)
R/ Menurunkan suhu tubuh secara konduksi
Ø  Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga diimbangi dengan intake cairan yang banyak
Ø  Anjurkan mengenakan pakaian yang minimal atau tipis
R/ Pakaian yang tipis mengurangi penguapan cairan tubuh
Ø  Berikan antipiretik sesuai indikasi
R/ Antipiretik efektif untuk menurunkan demam

Ø  Berikan antimikroba jika disarankan
R/ Mengobati organisme penyebab
d.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme sekunder terhadap demam dan proses infeksi ditandai dengan nafsu makan menurun, BB turun, mual dan muntah, turgor kulit tidak elastis.
Tujuan : diharapkan kebutuhan nutrisi pasien adekuat
Kriteria Hasil :
·         nafsu makan pasien meningkat
·         BB pasien ideal, mual muntal berkurang
·         turgor kulit elastis
·         pasien tidak lemas
Intervensi
Ø  Kaji penyebab mual muntah pasien
R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya
Ø  Berikan perawatan mulut
R/ Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
Ø  Bantu pasien membuang atau mengeluarkan sputum sesering mungkin
R/ Sputum dapat menyebabkan bau mulut yang nantinya dapat menurunkan nafsu makan
Ø  Anjurkan untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ Membantu meningkatkan nafsu makan
Ø  Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
R/ Meningkatkan intake makanan
Ø  Kolaborasikan untuk memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit
R/ Memenuhi gizi dan nutrisi sesuai dengan keadaan pasien
e.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan oksigen ditandai dengan tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai kemampuan tanpa bantuan.
Tujuan           :    setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan toleransi pasien terhadap aktifitas meningkat
Kriteria Hasil :    pasien mampu berpartisipasi dalam kegiatan sehari – hari sesuai kemampuan tanpa bantuan, pasien mampu mempraktekkan teknik, penghematan energy, TTV stabil (S = 36,5°C – 37,5°C, N = 75 – 100x/menit, RR = 35 -40 x/ menit)
Intervensi :
Ø  Evaluasi tingkat kelemahan dan toleransi pasien dalam melakukan kegiatan
R/ Sebagai informsdi dalam menentukan intervensi selanjutnya
Ø  Berikan lingkungan yang tenang dan periode istirahat tanpa ganguan
R/ Menghemat energy untuk aktifitas dan penyembuhan
Ø  Bantu pasien dalam melakukan aktifitas sesuai dengan kebutuhannya
R/  Oksigen yang meningkat akibat aktifitas
Ø  Berikan oksigen tambahan
R/ Mengadekuatkan persediaan oksigen
f.       Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh,kehilangan cairan karena berkeringat banyak, muntah atau diare.
Tujuan             : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan volume cairan tubuh pasien seimbang
Kriteria Hasil   : Membrane mukosa pasien lembab, turgor kulit baik, pengisian capiler cepat / < 3detik, input dan output seimbang, pasien tidak muntah. Pasien tidak diare, TTV normal (S = 36,5°C – 37,5°C, N = 75 – 100x/menit, RR = 35 -40 x/ menit)
Intervensi            :
Ø  Observasi TTV @ 2- 4 jam, kaji turgor kulit.
R/   : Peningkatan suhu menunjukkan peningkatan metabolic
Ø  Pantau intake dan output cairan
R/   : Mengidentifikasi kekurangan volume cairan
Ø  Anjurkan pasien minum air yang banyak
R/   : Menurunkan resiko dehidrasi
Kolaborasi :
Ø  Berikan terapi intravena seperti infuse sesuai indikasi
R/   : Melengkapi kebutuhan cairan pasien
Ø  Pasang NGT sesuai indikasi untuk pemasukan cairan
R/   : Membantu memenuhi cairan bila tidak bias dilakukan secara oral
g.      Resiko infeksi berhubungan dengan resiko terpajan bakteri patogen
Tujuan             :   Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil   :   Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi         :
Ø  Kaji suhu badan 8 jam
Rasional  : Mendeteksi adanya tanda dari infeksi
Ø  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Rasional : Mempermudah untuk penanganan jika infeksi terjadi
Ø  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
Rasional   : Panas, kemerahan merupakan tanda dari infeksi
Ø  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional : Dengan melibatkan keluarga tanda infeksi lebih cepat diketahui
Kolaborasi
Ø  Berikan terapi antibiotik
Rasional  : Antibiotik efektif untuk mencegah penyebaran bakteri


















DAFTAR PUSTAKA

Dongoes. Marlym.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.Vol 1.Jakarta : EGC

Zul Dahlan .2000.Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. Jakarta :  Balai penerbit FK UL

Rcevers,Chalene. J et all.2000.Keperawatan medical Bedah. Jakarta: Salemba Medika