BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Anak bukanlah miniatur orang dewasa yang dapat diperlakukan seperti orang
dewasa, tetapi anak memerlukan perhatian khusus sebab mereka sedang tumbuh
kembang, kepada semua orang tua agar mengutamakan pembinaan anak sebijaksana
mungkin dengan penuh cinta kasih, karena anak merupakan bagian dari generasi
muda dan pewaris pelestarian cita-cita perjuangan bangsa di masa mendatang.
(Soetjiningsih, 1998 : 127).
Di indonesia penderita demam tifoid cukup banyak di perkirakan 800/100.000
penduduk pertahun, tetapi terutama pada musim panas,. Demam tifoid dapat
ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar umur 5 – 9
tahun dan laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 2 - 3
: 1 (Kajdang, 2000) sedangkan pada rentang umur 3 – 19 tahun mencapai 91 %
kasus (Soedarmo, 202 : 368). Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6 %,
prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti :
Demam tinggi (Hiperpireksia) atau febris kontinua. Keadaran sangat menurun
(Sopor, Koma, Delirium), terdapat komplikasi yang berat misal perdarahan usus,
perforasi usus (Ngastiyah, 1997 : 156). Di surabaya dilaporkan perdarahan
ususterjadi pada hari ke 17 atau awal minggu ke-3 insidennya berkisar antara
0,8% - 8,6 %, sedangkan perforasi usus sering terjadi pada minggu ke 3 serta
lokasi yang paling sering di laporkan di neum ferminalis. Angka terjadi
bervariasi yaitu : 0,4 – 2,5 %
(Rampengan, 1995 : 63 – 64).
- Rumusan Masalah
1.
Apa itu thypoid?
2.
Apa etiologi dari thypoid?
3.
Apa saja manifestasi klinis yang muncul dari
thypoid?
4.
Bagaimana patofisiologi dari thypoid?
5.
Apa saja data penunjang yang dapat
menunjangpenegakan diagnosa thypoid?
6.
Bagaimana pathway dari thypoid?
7.
Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan diagnosa
thypoid?
- Tujuan
1.
Tujuan Umum
Tujuan
penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas keperawatan anak juga untuk
memperdalam wawasan kami mengenai penyakit thypoid dan memberikan penjelasan
mengenai thypoid agar kita semua dapat lebih memahami tanda, gejala, penularan,
serta perawatan thypoid. Dengan memperdalam ilmu tersebut diharapkan mahasiswa
benar-benar mampu menerapkan ilmu yang terdapat didalamnya dan dapat
mengaplikasikan ketika sudah bekerja nanti baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun
pasien.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan thypoid.
b.
Mengetahui apa saja etiologi dari thypoid.
c.
Mengetahui apa saja manifestasi klinis yang muncul
dari thypoid.
d.
Mengetahui bagaimana patofisiologi dari thypoid.
e.
Mengetahui apa saja data penunjang yang dapat
menunjang penegakan diagnosa thypoid.
f.
Mengetahui bagaimana pathway dari thypoid.
g.
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan anak dengan diagnosa
thypoid.
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Tifus Abdominalis
(demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat
pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985)
Tifus abdominalis
adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut
melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah.
(Markum, 1991).
B. ETIOLOGI
Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi kuman Samonella
Thyposa/Eberthela Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak
menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang
lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O= Ohne Hauch=somatik
antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch
(menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen
V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen
terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb:
1. Demam
Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama duhu berangsur-angsur meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita demamnya berangsur-angsur normal.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Nafas berbau tidak
sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung
dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar. disertai nyeri pada
perabaan
3. Gangguan kesadaran.
Kesadaran menurun
walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen.
Disamping gejala-gejala tersebut ditemukan juga pada
penungggungdan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.
D. PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hiperemi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
- DATA PENUNJANG
Untuk
memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain
sebagai berikut:
1.
Pemeriksaan
darah tepi
2.
Pemeriksaan
sumsum tulang
3.
Biakan empedu untuk menemukan salmonella thyposa
4. Pemeriksaan widal digunakan untuk membuat diagnosis
tifus abdominalis yang pasti
- ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.
Riwayat
: makan daging, telur yang tidak dimasak, atau minuman yang terkontaminasi.
b.
Gastrointestinal
: awal mual dan muntah, nyeri abdomen dan diare, distensi abdomen, pembesaran
limpa.
c.
Suhu
tubuh : pada fase akut demam 39-400C, meningkat hingga 410C.
d.
Kulit
: rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada, perut setelah
minggu pertama.
e.
Neurologis
: delirium hingga stupor, perubahan kepribadian, katatonia, aphasia.
f.
Pernapasan
: batuk non produktif.
g.
Muskuloskeletal
: nyeri sendi
h.
Kardiovaskuler
: takikardi, hipotensi, dan shock jika perdarahan, infeksi senkunder atau
septikemia
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia ditandai dengan mual, muntah.
b.
Resiko
tinggi kekurangan cairan b.d kehilangan cairan sekunder akibat muntah dan
diare.
c.
Hipertermi
b.d dari sirkulasi pirogen endogen pada hipotalamus.
d.
Nyeri
akut b.d nyeri tekan pada perut akibat pembesaran hepar
e.
Intoleran
aktivitas b.d suplai nutrisi tidak adekuat yang ditandai dengan kelemahan
fisik.
f.
Konstipasi
b.d penurunan peristaltic usus akibat bedrest.
g.
Gangguan
integritas kulit b.d penekanan terlalu lama pada punggung yang ditandai dengan
kemerahan, lecer, panas.
h.
Kurang
pengetahuan b.d tingkat pendidikan rendah.
3. Definisi
a. Nutrisi
adalah ikatan kimia yang yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan,
serta mengatur proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000)
b. Cairan tubuh adalah cairan suspense sel di dalam tubuh makhluk multiselular seperti manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.
c. Hipertermi adalah
peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ke tidak kemampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas.
d. Nyeri akut adalah nyeri yang dihasilkan oleh
stimulus noxious karena suatu cidera, proses penyakit, atau abnormalitas
struktur otot maupun visera.
e. Intoleransi aktifitas
adalah ketidak
cukupan energi secara fisiologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktivitas
yang diminta atau aktifitas sehari-hari.
f. Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem
pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan) mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk
dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada
penderitanya.
g. Kerusakan integritas kulit adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko terhadap kerusakan
jaringan epidermis dan dermis (Carpenito, 2000; 302).
h. Kurang pengetahuan
adalah tidak
adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.
4. Intervensi
a.
Kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia ditandai dengan mual, muntah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
1)
Dorong
tirah baring
Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolic
untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi.
2)
Anjurkan
istirahat sebelum makan.
Rasional: Menenangkan peristaltic dan
meningkatkan energi makan
3)
Berikan
kebersihan oral
Rasional : Mulut bersih dapat meningkatkan
nafsu makan
4) Sediakan makanan dalam
ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan.
Rasional: Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk
makan.
5)
Jelaskan
pentingnya nutrisi yang adekuat.
Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
6)
Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai
indikasi
Rasional: Program
ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi
penting.
b.
Resiko
tinggi kekurangan cairan b.d kehilangan cairan sekunder akibat muntah dan
diare.
Tujuan : Mempertahankan volume
cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda
vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
1)
Awasi
masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan
cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian
cairan
2)
Observasi
kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
3)
Kaji
tanda vital
Rasional
:Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
4)
Pertahankan
pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
5)
Kolaborasi
utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus
akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan
c.
Hipertermi
b.d dari sirkulasi pirogen endogen pada hipotalamus.
Tujuan : Mendemonstrasikan suhu dalam
batas normal
Intervensi:
1)
Pantau
suhu klien
Rasional: Suhu 380 C sampai
41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
2)
Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen
tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional: Suhu ruangan atau
jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
3)
Berikan
kompres mandi hangat
Rasional :Dapat membantu
mengurangi demam
4)
Kolaborasi
pemberian antipiretik
Rasional: Untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
d.
Nyeri
akut b.d nyeri tekan pada perut akibat pembesaran hepar
Tujuan : nyeri pada perut
hilang
Intervensi :
1)
Jelaskan
pada orang tua bahwa kehadirannya akan meningkatkan kepercayaan anak
Rasional : kehadiran orang tua
lebih membuat perasaan anak lebih tenang dan mengurangi nyeri.
2)
Beri
kompres hangat pada daerah yang nyeri.
Rasional : kompres hangat dapat
membuat rasa lebih nyaman dan mengurangi nyeri.
3)
Ajarkan
anak tehnik relaksasi
Rasional : agar anak dapat
mengontrol nyerinya.
e.
Intoleran
aktivitas b.d suplai nutrisi tidak adekuat yang ditandai dengan kelemahan
fisik.
Tujuan : Melaporkan kemampuan melakukan
peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
1)
Tingkatkan
tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Menyediakan energi
yang digunakan untuk penyembuhan
2)
Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit
yang baik
Rasional: Meningkatkan fungsi
pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko
kerusakan jaringan
3)
Tingkatkan
aktifitas sesuai toleransi
Rasional : Tirah baring lama
dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode
istirahat
4)
Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
f.
Konstipasi
b.d penurunan peristaltic usus akibat bedrest.
Tujuan : Pasien bebas dari
konstipasi
Intervensi:
1)
Observasi
feses
Rasional : mendeteksi adanya
darah dalam feses
2)
Monitor
tanda-tanda perforasi dan perdarahan
Rasional : Untuk intervensi medis segera
3)
Cek dan cegah terjadinya distensi abdominal
Rasional : Distensi yang tidak membaik akan memperburuk
perforasi pada intestinal
4)
Atur
pemberian enema rendah atau glliserin sesuai order, jangan beri laksatif.
Rasional : untuk menghilangkan
distensi.
g.
Gangguan
integritas kulit b.d penekanan terlalu lama pada punggung yang ditandai dengan
kemerahan, lecer, panas.
Tujuan : tidak terjadi gangguan
integritas kulit
Intervensi :
1)
Tingkatkan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan jika mungkin.
Rasional
: Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan.
2)
Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.
Rasional : Merubah posisi tidur dapat
memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan di daerah
yang menonjol.
3)
Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering.
Rasional : Menjaga kulit tetap bersih dan
kering dapat mengurangi masuknya penyakit yang menyebabkan infeksi.
4)
Jaga suhu dan kelembaban lingkungan
yang berlebihan.
Rasional : Panas tubuh / demam dengan
kelembaban lingkungan yang baik akan turun sesuai keadaan lingkungannya serta
dapat mencegah terjadinya infeksi.
h.
Kurang
pengetahuan b.d tingkat pendidikan rendah.
Tujuan : Dapat menyatakan pemahaman
proses penyakit
Intervensi:
1)
Berikan
nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan
dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional: Membantu individu untuk mengatur berat badan
2)
Tentukan
persepsi tentang proses penyakit
Rasional:
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
3)
Kaji
ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala
dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional :
Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk waspada
terhadap makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tifus abdominalis adalah
infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui
makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. Demam
merupakan gejala awal penyakit ini. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thyposa/Eberthela Thyposa yang
merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali
pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada
suhu 700C dan antiseptik.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta
Doengoes M.E (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
Staf Pengajar IKA (1995). Ilmu Kesehatan Anak. EGC : Jakarta
mansjoer. A (2000). Kapikta
Selekta kedokteran. edisi IV. EGC: Jakarta
Sarwana (1996). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
III. FKUI: Jakarta.