Minggu, 27 Januari 2013

Askep Gadar Hipoglikemia



Askep Gadar Hipoglikemia

A.    Pengertian
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Adapun batasan hipoglikemia adalah:
ü  Hipoglikemia murni : ada gejala hipoglikemi , glukosa darah < 60 mg/dl
ü  Reaksi hipoglikemia : gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak, misalnya dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
ü  Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
ü  Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3-5 jam sesudah makan

B.     Anatomi fisiologi
ü  Pengaturan Kadar Glukosa Darah
Peristiwa glukoneogenesis berperan penting dalam penyediaan energi bagi kebutuhan tubuh , khususnya sistem saraf dan peredaran darah (eritrosit). Kegagalan glukoneogenesis berakibat FATAL, yaitu terjadinya DISFUNGSI OTAK yang berakibat KOMA dan kematian. Hal ini terjadi bilamana kadar glukosa darah berada di bawah nilai kristis. Nilai normal loboratoris dari glukosa dalam darah ialah : 65-110 ml/dl atau 3.6-6.1 mmol/L. Setelah penyerapan makanan kadar glukosa darah pada manusia berkisar antara 4.5-5.5 mmol/L. Jika orang tersebut makan karbohidrat kadarnya akan naik menjadi sekitar 6.5-7.2 mmol/L. Saat puasa kadar glukosa darah turun berkisar 3.3-3.9 mmol/L.
Pengaturan kadar glukosa darah dilakukan melalui mekanisme metabolik dan hormonal. Pengaturan tersebut termasuk bagian dari homeostatik. Aktivitas metabolik yang mengatur kadar glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :
1.      Mutu dan jumlah glikokisis dan glukoneogenesis,
2.      Aktivitas enzim-enzim, seperti glokukinase dan heksokinase.
Hormon penting yang memainkan peranan sentral dalam pengaturan kadar glukosa darah adalah insulin. Insulin dihasikan dari sel-sel b dari pulau –pulau langerhans pankreas dan disekresikan langsung ke dalam darah sebagai reaksi langsung bila keadaan hiperglikemia.
Proses pelepasan insulin dari sel B pulau langerhans Pankreas dijelaskan sebagai berikut :
ü  Glukosa dengan bebas dapat memasuki sel-sel B langerhans karena adanya Transporter glut 2. Glukosa kemudian difosforilasi oleh enzim glukokinase yang kadarnya tinggi. Konsentrasi glukosa darah mempengaruhi kecepatan pembentukan ATP dari proses glikolisis, glukoneogenesis, siklus kreb dan Electron Transport System di mitokondria.
ü  Peningkatan produksi ATP akan menghambat pompa kalium (K+pump) sehingga membran dan mendorong terjadinya eksositosis insulin. Selanjutnya insulin dibawa darah dan mengubah glukosa yang kadarnya tinggi menjadi glikogen.
ü  Enzim yang kerjanya berlawanan dengan insulin adalah glukoagon. Glukoagon dihasilkan sel-sel A langerhans pankreas. Sekresi hormon ini distimulasi oleh keadaan hipoglikemia. Bila glukoagon yang dibawa darah sampai di hepar maka akan mengaktifkan kerja enzim fosforilase sehingga mendorong terjadinya glukoneogenesis.

C.    Etiologi
1.      Overdosis insulin
2.      Penggunaan sulfonylurea
3.      Aktivitas fisik yang berat
4.      Keterlambatan makanan
5.      Puasa
6.      Kegagalan ginjal, hati, alcohol
7.      Penurunan respon hormonal (adrenergik)

D.    Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.

E.     Manifestasi klinis
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase, yaitu :
1.      Fase I         : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus sehingga hormon epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat di ambil tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjut
2.      Fase II        : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral. Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
F.     Pemeriksaan diagnostik
1.      Prosedur khusus: Untuk hipoglikemia reaktif tes toleransi glukosa postpradial oral 5    jam menunjukkan glukosa serum <50 mg/dl setelah 5 jam.
2.      Pengawasan di tempat tidur: peningkatan tekanan darah.
3.      Pemeriksaan laboratorium: glukosa serum <50 mg/dl, spesimen urin dua kali negatif terhadap glukosa
4.      EKG: Takikardia.

G.    Penatalaksanaan
Untuk terapi hipoglikemik adalah sebagai berikut :
1.     Hipoglikemi
a.    Beri pisang/ roti/ karbohidrat lain, bila gagal
b.    Beri teh gula, bila gagal tetesi gula kental atau madu dibawah lidah.
2.    Koma hipoglikemik
a.    Injeksi glukosa 40% IV 25ml, infus glukosa 10%, bila belum sadar dapat diulang setiap ½ jam sampai sadar (maksimum 6x), bila gagal
b.    Beri injeksi efedrin bila tidak ada kontraindikasi jantung dll 25-50 mg atau injeksi glukagon 1mg/IM, setelah gula darah stabil, infus glukosa 10% dilepas bertahap dengan glukosa 5% stop.

H.    Asuhan keperawatan gawat darurat
1.      Pengkajian
a.       Airway (jalan napas)
Kaji adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b.      Breathing (pernapasan)
c.       Circulation (sirkulasi)
Kebas , kesemutan dibagian ekstremitas, keringat dingin, hipotermi, nadi lemah, tekanan darah menurun
d.      Disability (kesadaran)
Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak.
e.       Exposure.
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh. Karena hipoglikemi adalah komplikasi  dari penyakit DM kemungkinan kita menemukan adanya luka/infeksi pada bagian tubuh klien / pasien.

2.      Diagnosa Keperawatan Dan Fokus Intervensi
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d adanya benda asing
Intervensi  :
1)      Kaji adanya sumbatan jalan napas (lidah jatuh ke belakang, sputum) sehubungan dengan penurunan kesadaran
R/  adanya sumbatan mempengaruhi proses respirasi
2)      Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
R/  Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan
3)      Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
R/ sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
4)      Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
R/ bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara. Adanya mengik mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya secret.
5)      Awasi tingkat kesadaran atau status mental dan  Selidiki adanya perubahan.
R/  Dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi.
6)      Pasang spatel
R/  Merasa kekurangan oksigen dan napas tersengal – sengal , sianosis.
b.      Pola napas tidak efektif b/d adanya depresan pusat pernapasan.
Tujuan :Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
·         RR 16-24 x permenit
·         Ekspansi dada normal
·         Sesak nafas hilang / berkurang
·         Tidak suara nafas abnormal
intervensi :
1)      Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernapasan.
R/ frekuensi dan kedalaman pernapasan menunjukan usaha pasien mendapatkan oksigen.
2)      Auskultasi bunyi napas.
R/  Bunyi napas mungkinterjadi  redup karena penurunan aliran udara.
3)       Pantau penurunan bunyi napas
R/ penurunan bunyi napas mengindikasikan
4)      Pertahankan posisi semi fowler.
R/  untuk mengurangi sesak yang dialami klien.
5)       Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernapasan
R/ mengindikasikan adanya  kemajuan dalam pengobatan.
6)       Berikan oksigen sesuai advis Dokter
R/ Memaksimalkan sediaan O2.
c.       Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksia jaringan. Ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema.
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
·         tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
·         Tanda – tanda vital dalam batas normal
·         Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi :
1)       Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart.
R/  Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan perkembangan kerusakan SSP.
2)      Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan Babinski.
R/  Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien. Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada medulla. Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada otak.
3)      Pantau tekanan darah
R/ tekanan darah yang menurun mengindikasikan terjadinya penurunan aliran darah ke seluruh tubuh.
4)       Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai.
R/ adanya gelisah menandakan bahwa terjadi penurunan aliran darah ke hipoksemia.
5)       Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
R/ Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
6)      Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
d.      Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran.
Tujuan : mencegah terjadinya resiko injury sehubungan dengan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami injury.
Intervensi :
1)      Berikan posisi dengan kepala lebih tinggi.
R/ Memonilisasi rangsangan yang dapat menurunkan TIK
2)      Kaji tanda-tanda penurunan kesadaran.
R/ Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
3)      Observasi TTV
R/ Mengetahui keadaan pasien
4)      Atur posisi pasien untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
R/ Perubahan posisi secara teratur menyebabkan penyebaran terhadap BB dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh
5)      Beri bantuan untuk melakukan latihan gerak.
R/ melakukan mobilisasi fisik dan mempertahankan kekuatan sendi

Tidak ada komentar: