Kamis, 08 November 2012

ANEMIA


LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA


A.    PENGERTIAN
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.

B.     PENYEBAB ANEMIA
Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai berikut:
1.      Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun:cacingan.
2.      Anemia defisiensi: kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang bertambah.
3.      Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll. Sedang factor ekstrasel: intoksikasi, infeksi –malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.
4.      Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).







C.    TANDA DAN GEJALA
1.      Tanda-tanda umum anemia:
a.       pucat,
b.      tacicardi,
c.       bising sistolik anorganik,
d.      bising karotis,
e.       pembesaran jantung.
2.      Manifestasi khusus pada anemia:
a.       Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
b.      Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang fungsional.
c.       Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.

D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Kadar Hb.
Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan trombosit normal, serum iron merendah, iron binding capacity meningkat.
2.      Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia :
a.       Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis
b.      Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan  total naik, urobilinuria.
c.       Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel patologik darah tepi ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan.

E.     PENATALAKSANAAN
a.       Anemia pasca perdarahan: transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan infus IV apa saja.
b.      Anemia defisiensi: makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari. Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.
c.       Anemia aplastik: prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan infeksi sekunder, makanan dan istirahat.

F.     MASALAH KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
2.      Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan.

G.    TINDAKAN KEPERAWATAN
1.      Perfusi jaringan adekuat
-          Memonitor tanda‑tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran mukosa.
-          Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
-          Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
-          Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah
-          Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
-          Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebu­tuhan tubuh.
-          Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
2.      Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
-          Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.
-          Memonitor tanda‑tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
-          Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika teladi gejala‑gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).
-          Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari­ hari sesuai dengan kemampuan anak.
-          Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah.
-          Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
-          Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemam­puan melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah.
3.      Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
-          Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
-          Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
-          Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
-          Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.










































DAFTAR PUSTAKA

  1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
  2. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Cetakan I. Jakarta, EGC.
  3. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
  4. Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V. Jakarta, EGC.
  5. Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.
  6. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
  7. Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Jakarta, EGC.
  8. ACS. (2003). What is Anemia ?. Available (online) http: // www // yahoo / nurse / leucemia / htm.

ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA


ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA


A.    PENGERTIAN  ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna / ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).

B.     PENYEBAB ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:
1.      Faktor eksogen
a.       Sinar x, sinar radioaktif.
b.      Hormon.
c.       Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic agent).
2.      Faktor endogen
a.       Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
b.      Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
c.       Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah, 1997)

C.    PATOFISIOLOGI ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

D.    TANDA DAN GEJALA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:
  1. Pilek tak sembuh-sembuh
  2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
  3. Demam, anoreksia, mual, muntah
  4. Berat badan menurun
  5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
  6. Nyeri tulang dan persendian
  7. Nyeri abdomen
  8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
  9. Abnormalitas WBC
  10. Nyeri kepala




E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc leukemia adalah:
  1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a.       Ditemukan sel blast yang berlebihan
b.      Peningkatan protein
  1. Pemeriksaan darah tepi
a.       Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b.      Peningkatan asam urat serum
c.       Peningkatan tembaga (Cu) serum
d.      Penurunan kadar Zink (Zn)
e.       Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitif
  1. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke organ tersebut
  2. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
  3. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a.       Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b.      Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c.       Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat  kecil






F.     PENGOBATAN PADA ALL
1.      Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberi­kan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda‑tanda DIC dapat dibe­rikan heparin.
2.      Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhir­nya dihentikan.
3.      Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6‑merkaptopurin atau 6‑mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L‑asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriami­sin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama‑sama dengan prednison. Pada pemberian obat‑obatan ini sering terdapat akibat samping beru­pa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti‑hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4.      Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).
5.      Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter­capai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 ‑ 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyunti­kan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6.      Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalaman­nya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a.       Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba­gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sam­pai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b.      Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c.       Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat‑dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d.      Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3‑6 bulan dengan pemberian obat‑obat seperti pada induksi se­lama 10‑14 hari.
e.       Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400­2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia sereb­ral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f.       Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(FKUI, 1985)
A.    MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara lain:
1.      Intoleransi aktivitas
2.      Resiko tinggi infeksi
3.      Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuahn
4.      Resiko cedera (perdarahan)
5.      Resiko kerusakan integritas kulit
6.      Nyeri
7.      Resiko kekurangan volume cairan
8.      Berduka
9.      Kurang pengetahuan
10.  Perubahan proses keluarga
11.  Gangguan citra diri / gambaran diri

B.     PERAWATAN PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
1.      Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:
a.       Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb rendah.
b.      Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis
c.       Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
d.      Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
e.       Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
f.       Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
g.      Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
h.      Jika diprogramkan, berikan packed RBC
2.      Mencegah terjadinya infeksi
a.       Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.
b.      Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi meningkat, maka:
1).    Tampatkan pasien dalam ruangan khusus
2).    Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung, masker dan sarung tangan.
3).    Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi
c.       Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif
d.      Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)
e.       Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.
f.       Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat dengan minum 3 liter / hari
g.      Berika terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan
h.      Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.
3.      Mencegah cidera (perdarahan)
a.       Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.
b.      Pantau tanda vital dan nilai trombosit
c.       Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin  dan tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik
d.      Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak
e.       Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema
f.       Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang dapat melukai kulit.
4.      Memberikan nutrisi yang adekuat
a.       Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
b.      Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah  makan
c.       Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan dan bunyi
d.      Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
e.       Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat
f.       Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral dan NPT yang diprogramkan.

5.      Mencegah kekurangan cairan
a.       Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
b.      Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi
c.       Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang mual / muntah
d.      Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering
e.       Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi sesuai indikasi
6.      Antisipasi berduka
a.       Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga
b.      Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif
c.       Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express feeling
d.      Fasilitasi express feeling melalui permainan
7.      Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:
a.       Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.
b.      Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.
c.       Aktivitas dan latihan sesuai toleransi
d.      Mengatasi kecemasan
e.       Pemberian nutrisi
f.       Pengobatan dan efek samping pengobatan
8.      Meningkatkan peran keluarga
a.       Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik
b.      Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR
c.       Dorong keluarga untuk express feelings
d.      Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak
9.      Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri
a.       Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya
b.      Berikan informasi yang mendukung pasien ( misal; rambut akan tumbuh kembali, berat badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)
c.       Dukung interaksi sosial / peer group
d.      Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala.
DAFTAR PUSTAKA

1.      Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
2.      Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
3.      Reeeves, Lockart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan I. Jakarta, Salemba Raya.
4.      FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
5.      Sacharin Rosa M. (1993). Prinsip Perawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta : EGC.
6.      Gale Danielle, Charette Jane. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta : EGC.
7.      Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart .(1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC
8.      Sutarni Nani.(2003). Prosedur Dan Cara Pemberian Obat Kemoterapi. Disampaikan Pada Pelatihan Kemoterapi Di RS Kariadi Semarang, Tanggal 13-15 November 2003.

SEPSIS


KONSEP DASAR

A.   DEFINISI
Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. (Muscari, Mary E. 2005. hal 186).
Sepsi adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871).
Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. (Surasmi, Asrining. 2003, hal 92).
Sepsis adalah mikrooganisme patogen atau toksinnya didalam darah. (Dorland, 1998 hal 979).
Dari definisi di atas penyusun menyimpulkan bahwa sepsis adalah infeksi bakteri generalisata dalam darah yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan dengan tanda dan gejala sistemik.
B.  ETIOLOGI
Penyebabnya biasanya adalah infeksi bakteri:
1.Ketuban pecah sebelum waktunya
2.Perdarahan atau infeksi pada ibu.
3.Penyebab yang lain karena bakteri virus, dan jamur, yang terserang bakteri,  
jenis bakteri bervariasi tergantung tempat dan waktu
4. Bakteri enterik dari saluran kelamin ibU
5. Virus herpes simplek
6. Enterovirus
7. E. Coli
8. Candida
9. Stafilokokus.




C.GEJALA
a.    .Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan  suhu tubuhnya turun-naik.
b.    Gejala lainnya adalah: gangguan pernafasan, Kejang, Jaundice (sakit kuning)Muntah, Diare, Perut kembung.
c.    Gejalanya tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
                        1).Infeksi pada tali pusar (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah                                 
    atau darah dari pusar.
                        2).Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa                                                 
menyebabkan koma, kejang,opistotonus (posisi tubuh melengkung ke                               depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
                        3).Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya                                             
    pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena
                        4).Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan,                                             
    kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
5).Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan                                          
  pembengkakan perut dan diare berdarah.

D.PATOFISIOLOGI
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik,syok, dan kematian.
(Bobak, 2005)



Patogenesis juga dapat terjadi antenatal, intranatal, dan paskanatal yaitu;
a.Antenatal
Terjadi karena adanya faktor resiko, pada saat antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang menebus plasenta, antara lain: virus rubella, herpes, influeza, dan masih banyak yang lain.
b.Intranatal
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.akibatnya terjadilah amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi oleh bayi sehingga menyebabkan infeksi pada lokasi yang terjadi pada janin melalui kulit bayi saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
c.Pascanatal
Infeksi yang terjadi sesudah persalinan, umumnya terjadi akibat infeksi   nasokomial dari lingkungan di luar rahim,( misal : melallui alat-alat, penghisap lendir, selang endotrakea, infus, dan lain-lain). Dan infeksi dapat juga terjadi melalui luka umbillikus.

E.MANIFESTASI KLINIK
a. Tanda dan Gejala Umum
            - Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
             - Aktivitas lemah atau tidak ada
             - Tampak sakit
 b. Sistem Pernafasan
            - Dispenu
            - Takipneu
            - Apneu
            - Tampak tarikan otot pernafasan
            - Merintik
            - Mengorok
            - Pernapasan cuping hidung
            - Sianosis
c. Sistem Kardiovaskuler
            - Hipotensi
            - Kulit lembab dan dingin
            - Pucat
            - Takikardi
            - Bradikardi
            - Edema
            - Henti jantung
d. Sistem Pencernaan
            - Distensi abdomen
            - Anoreksia
            - Muntah
- Diare
            - Peningkatan residu lambung setelah menyusu
            - Darah samar pada feces
            - Hepatomegali
e. Sistem Saraf Pusat
            - Refleks moro abnormal
            - Intabilitas
            - Kejang
            - Hiporefleksi
            - Tremor
            - Koma
            - Pernafasan tidak teratur
f. Hematologi
            - Ikterus
            - Petekie
            - Purpura
            - Perdarahan
            - Pucat


G.KOMPLIKASI
Dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemia, anemia, hiperbilirubinemia, dan meningnitis.
H.Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium
 a. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
 b. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat                  mendeteksi organisme.
c. Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium menunjukan peningkatan hitung sel darah 
putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
d. Laju endah darah, dan protein reaktif akan meningkat menandakan adanya  
inflamasi.
I.Pencegahan dan Pengobatan
a. Pada masa antenatal.
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.

b. Pada saat persalinan.
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik dalam arti persalinan diperlukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan melakukan rujukkan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.

c. Sesudah persalinan.
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan perlatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aspetik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorium adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi.
Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, tidak toksis, dapat menembus sawar darah otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.

II. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT INFEKSIUS SEPSIS

  1. Pengkajian
 a. Pengakjian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu dikaji   
 adalah :
            - Sosial ekonomi
            - Riwayat perawatan antenatal
            - Ada/tidaknya ketuban pecah dini
            - Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)
            - Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain
            - Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll)
            - Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit 
            infeksi (mis, taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum dan amnionitis)
 b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :
             - Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
             - Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
             - Regurgitasi
             - Peka rangsang
             - Pucat
             - Hipotoni
             - Hiporefleksi
             - Gerakan putar mata
             - BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis
             - Sianosis
             - Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare)
             - Hipotermi
             - Pernapasan mendengkur bardipnea atau apenau
             - Kulit lembab dan dingin
             - Pucat
             - Pengisian kembali kapiler lambar
             - Hipotensi
             - Dehidrasi
             - Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.
 c. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
            - Bilirubin
            - Kadar gular darah serum
            - Protein aktif C
            - Imunogloblin IgM
            - Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus, telinga, pus  
             dari lesi, feces dan urine.
            - Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan
              jumlah leukosit.

2.Diagnosa Keperawatan yang Muncul
a. Hipertermi b/d efek endotoksin
b. Resiko tingi perubahan perfusi jaringan b/d hipovolemia
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan  b/d kebocoran cairan kedlm intersisial
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d gangguan pertukaran gas

3.Rencana Asuhan Keperawatan
1. hipertermi b/d efek endotoksin,
Perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolisme Keadaan dimana      seseorang individu mengalami peningkatan suhu tubuh diatas 37,8 C peroral atau 38,8 C perektal karena faktor external.
Intervensi :
a. Pantau suhu pasien
Rasional : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit infeksius akut
b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi
Rasional : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol
Rasional : membantu mengurangi demem
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen
Rasional : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus

2.Resiko tinggi i perubahan perfusi jaringan b/d hipovolemia
Suatu penurunan O2 yang mengakibatkan kegagalan untuk pemulihan jaringan pada  tingkat kapiler
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring
Rasional : menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen
b. Pantau perubahan pada tekanan darah
R: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah.
c. Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia
R: disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia
d. Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas
R: peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak
e. Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal
f. Kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan
R: mengetahui status syok yang berlanjut.
g. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
R: mempertahankan perfusi jaringan.
h. Kolaborasi dalam pemberian obat
R: mempercepat proses penyembuhan


3.resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial
Cairan sangat diperlukan dalam menjaga tubuh manusia supaya tetap sehat dan merupakan salah satu bagian penting.
Intervensi :
a. Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan hipovolemia
b. Pantau tekanan darah dan denyut jantung
R: pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah.
c. Kaji membrane mukosa
R: hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid
R: cairan dapat mengatasi hipovolemia

4.Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan
Intervensi
a. Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler
R: meningkatkan ekspansi paru-paru.
b. Pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas
R: pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin.
c. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengi
R: kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmona/ edema intersisial.
d. Selidiki perubahan pada sensorium
 R: fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi


DAFTAR PUSTAKA

Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.

Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.

Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.

Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.